Berita basket - Tiga bulan telah berlalu setelah kekalahan menyakitkan di Game 7 Final NBA, Stephen Curry mengaku masih tidak bisa melupakan kenyataan pahit itu. Itu yang diungkapkan bintang Golden State Warriors itu kepada USA Today, Selasa (21/9).
“(Kekalahan) itu menjadi sesuatu yang akan saya ingat selamanya, demi alasan yang baik maupun buruk,” ungkapnya. “Pastinya Anda membenci perasaan itu, namun (kegagalan) itu bisa menjadi motivator untuk bangkit jauh lebih kuat dan berusaha tidak lagi merasakan perasaan itu.”
Curry mengaku berada di titik di mana dirinya bisa coba mengubah semua pikiran atau mimpi buruk soal Game 7 menjadi motivasi dalam menyiapkan dirinya tahun ini.
Perlu diketahui, Warriors gagal mempertahankan gelar NBA yang direbut pada 2015 setelah kalah 3-4 dari Cleveland Cavaliers. Padahal mereka sempat unggul 3-1 dalam seri yang memakai format “best-of-seven”. Tapi Warriors gagal memenangi satu pun dari tiga partai terakhir.
Jadilah Cavs mengukir sebagai tim pertama yang menjadi juara NBA setelah tertinggal 1-3. Sementara Curry dan kawan-kawan hanya bisa tertunduk lesu. Padahal mereka sangat diunggulkan juara lagi setelah mengemas rekor 73 kemenangan di musim regular.
Ada beberapa faktor internal yang membuat Warriors gagal memenangi seri final itu. Dari cedera lutut kanan Curry yang membuatnya tak tampil maksimal, absennya Andrew Bogut di dua partai terakhir, sampai sanksi tak boleh bertanding Draymond Green di Game 5 yang menjadi titik balik Cavs.
Tapi yang lebih memilukan adalah penampilan Curry di partai penentuan. Peraih gelar MVP dua musim terakhir itu gagal melesakkan 13 dari 19 tembakan, termasuk 10 dari 14 dari garis tembakan tiga angka. Dia hanya menyumbang 17 poin dan dua assist, plus empat turnover di Game 7 itu.
Sejak malam itu, Curry merasakan perasaan seakan tak percaya di rumah. “Merasa seperti, ‘Apa yang baru saja terjadi?’ karena kami amat yakin bisa menutup dan memenangi seri itu,” tandasnya. “Secara alami, saya merasa sedikit kecewa.”
Untungnya Curry tidak larut dalam kesedihan dan memilih menenangkan diri. Dia berlibur bersama keluarga ke Hawaii, memandu beberapa kamp basket, dan utamanya masih bisa berada di lingkungan basket tanpa sama sekali harus merasakan depresi.
“Saya paham kami bermain demi mencapai final,” katanya. “Semoga tahun depan kami masih diberi kesempatan tampil di sana lagi.”
ADS HERE !!!